DPP-PA Kota Bima Melaksanakan Kegiatan Uji Publik Raperda Penyelenggaraan KLA Kota Bima 2023

         Dinas PP-PA Kota Bima melaksanakan salah satu rangkaian dari penyusunan Raperda Penyelenggaraan Kota Layak Anak Tahun 2023 yaitu kegiatan Uji Publik Raperda KLA, kegiatan ini dilaksanakan pada hari Rabu, 06 Desember 2023 bertempat di Aula SMKN 3 Kota Bima, pada momen ini kegiatan dibuka oleh Stah Ahli Wali Kota Bima (Drs. H.M Nor A. Majid), dalam sambutannya Stah Ahli Wali Kota Bima ini, mengharapkan kepada seluruh stake holder yang ada agar dapat memberikan masukan atau saran demi penyempurnaan Raperda yang sudah di buat ini, sehingga dengan adanya Raperda ini dapat menjadi payung hukum bagi Masyarakat dan Pemerintah dalam rangka pengambilan keputusan atau kebijakan terkait dengan Pemenuhan dan Perlindungan Anak terutama yang ada di Kota Bima, "ujarnya".

        Adapun Nasaumber dari kegiatan ini adalah Kepala Dinas PP-PA Kota Bima (Syahruddin, Sh, MM) dan Anggota LPA Kota Bima, dan pesertanya dari OPD Terkait, Camat, Puskesmas, Sekolah, Dunia Usaha, Lembaga Masyarakat dan Media. ada beberapa rangkuman dari materi yang sampaikan oleh Narasumber adalah :

  • Kabupaten / kota dengan sistem pembangunan yang menjamin pemenuhan hak anak dan perlidungan khusus anak dengan dilakukan secara terencana, menyeluruh, dan berkelanjutan
  • Menjamin pemenuhan hak anak pemerintah daerah berkewajiban dan bertanggung jawab melaksanakan dan mendukung kebijakan naSional dalam penyelenggaraan perlindungan anak di daerah
  • Melalui upaya daerah membangun kabu./kota layak anak;
  • Ciri layak anak?Sarana dan Prasarana ruang ramah anak, Sumber Daya Manusia Medis, Guru, Peksos, Keamanan
  • POLITIK HUKUM : PEMBENTUKAN PERDA

    MOH. MAHFUD, MD, POLITIK HUKUM : ARAHAN ATAU GARIS RESMI YANG DIJADIKAN DASAR PIJAK DAN CARA UNTUK MEMBUAT DAN MELAKSANAKAN HUKUM DALAM RANGKA MENCAPAI TUJUAN BANGSA DAN NEGARA

    • KERANGKA DASAR POLITIK HUKUM NASIONAL (PHN)
    1. PHN MENGARAH PADA CITA-CITA BANGSA YAKNI MASYARAKAT YANG ADIL DAN MAKMUR BERDASARKAN PANCASILA
      2. PHN DITUJUKAN UNTUK MENCAPAI TUJUAN NEGARA, YAKNI:
      A. MELINDUNGI SEGENAP BANGSA DAN SELURUH TUMPAH DARAH INDONESIA
      B. MEMAJUKAN KESEJAHTERAAN UMUM
      C. MENCERDASKAN KEHIDUPAN BANGSA
      Uji Publik : Partisipasi masyarakat dalam pembentukan peraturan perundangundangan
    2. Apabila pembentukan peraturan undang- undangan dengan proses dan mekanisme yang justru menutup atau menjauhkan keterlibatan partisipasi masyarakat untuk turut serta mendiskusikan dan memperdebatkan isinya maka dapat dikatakan pembentukan undang-undang tersebut melanggar prinsip kedaulatan rakyat (people sovereignty).
    3. Secara doktriner, partisipasi masyarakat dalam suatu pembentukan undang-undang bertujuan, antara lain, untuk (i) menciptakan kecerdasan kolektif yang kuat (strong collective intelligence) yang dapat memberikan analisis lebih baik terhadap dampak potensial dan pertimbangan yang lebih luas dalam proses legislasi untuk kualitas hasil yang lebih tinggi secara keseluruhan, (ii) membangun lembaga legislatif yang lebih inklusif dan representatif (inclusive and representative) dalam pengambilan keputusan; (iii) meningkatnya kepercayaan dan keyakinan (trust and confidence) warga negara terhadap lembaga legislatif; (iv) memperkuat legitimasi dan tanggung jawab (legitimacy and responsibility) bersama untuk setiap keputusan dan tindakan; (v) meningkatan pemahaman (improved understanding) tentang peran parlemen dan anggota parlemen oleh warga negara; (vi) memberikan kesempatan bagi warga negara (opportunities for citizens) untuk mengomunikasikan kepentingan-kepentingan mereka; dan (vii) menciptakan parlemen yang lebih akuntabel dan transparan (accountable and transparent).
    4. Oleh karena itu, selain menggunakan aturan legal formal berupa peraturan perundang-undangan, partisipasi masyarakat perlu dilakukan secara bermakna (meaningful participation) sehingga tercipta/terwujud partisipasi dan keterlibatan publik secara sungguh-sungguh.
    5. Partisipasi masyarakat yang lebih bermakna tersebut setidaknya memenuhi tiga prasyarat, yaitu: pertama, hak untuk didengarkan pendapatnya (right to be heard); kedua, hak untuk dipertimbangkan pendapatnya (right to be considered); dan ketiga, hak untuk mendapatkan penjelasan atau jawaban atas pendapat yang diberikan (right to be explained).
    6. Partisipasi publik tersebut terutama diperuntukan bagi kelompok masyarakat yang terdampak langsung atau memiliki perhatian (concern) terhadap rancangan undang- undang yang sedang dibahas.
    7. 5 (lima) tahapan, yaitu: (i) pengajuan rancangan undang-undang; (ii) pembahasan bersama antara Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Presiden, serta pembahasan bersama antara DPR, Presiden, dan DPD sepanjang terkait dengan Pasal 22D ayat (1) dan (2) UUD 1945; (iii) persetujuan bersama antara DPR dan presiden; (iv) pengesahan rancangan undang-undang menjadi undang-undang; dan (v) pengundangan;
    8. Apabila diletakkan dalam lima tahapan pembentukan undang-undang, partisipasi masyarakat yang lebih bermakna (meaningful participation) harus dilakukan, paling tidak, dalam tahapan (i) pengajuan rancangan undang-undang; (ii) pembahasan bersama antara Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan presiden, serta pembahasan bersama antara DPR, Presiden, dan DPD sepanjang terkait dengan Pasal 22D ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945; dan (iii) persetujuan bersama antara DPR dan presiden;
    9. Proses pembentukan undang-undang yang baik haruslah memenuhi 2 (dua) aspek penting, yaitu;

      Pertama, asas formil. Asas ini menekankan pada aspek prosedural. Undang-undang haruslah dibuat dan dibentuk berdasarkan mekanisme prosedur yang benar dan baik. Semua tahapan dan mekanisme prosedural dalam proses pembentukan undang-undang harus dijalankan tanpa mengabaikan/mengesampingkan mekanisme prosedural lainnya. Karena setiap tahapan baik dalam pembahasan sampai dengan persetujuan suatu undang-undang adalah merupakan satu kesatuan aspe prosedural yang saling terkait satu sama lainnya. Adapun asas formil yang wajib dipatuhi oleh para pembentuk undang-undang agar menghasilkan undang-undang yang baik (I.C. van der Vlies: 1978), sebagai berikut: (1) asas tujuan yang jelas (beginsel van duidelijke doelstelling); (2) asas organ/lembaga yang tepat (beginsel van het juiste orgaan); (3) asas perlunya pengaturan (het noodzakelijkheids beginsel); (4) asas dapat dilaksanakannya (het beginsel van uitvoerbaarheid); dan, (5) asas konsensus (het beginsel van consensus)

      Kedua, asas materil. Asas ini lebih menekankan pada aspek substansi dan materi muatan yang terkandung dalam suatu undang-undang. Adapun asas materil dalam pembentukan undang-undang yang baik, ialah sebagai berikut: (a) asas terminology dan sistematika yang benar (het beginsel van duidelijke terminology en duidelijke systematiek); (b) asas dapat diketahui/dikenali (het beginsel van de kenbaarheid); (c) asas perlakuan yang sama dalam hukum (het rechtsgelijkheids beginsel); (d) asas kepastian hukum (het rechtszekerheidsbeginsel); dan, (e) asas pelaksanaan hukum sesuai keadaan individual (het beginsel van de individuele rechtsbedeling).