DPP-PA KOTA BIMA MELAKUKAN DISKUSI PUBLIK “PEREMPUAN DALAM PERSPEKTIF TAKSONOMI BERSAMA PENGURUS KORPS HMI-WATI (KOHATI)
Diskusi Publik ini diselenggara oleh PRA KHUSUS KOHATI (LKK) PENGURUS KORPS HMI-WATI (KOHATI) bertujuan untuk membahas peran dan psikologi perempuan dalam interaksi sosial, khususnya dalam konteks budaya dan norma-norma sosial yang ada. Topik ini sangat relevan mengingat perubahan peran perempuan dalam masyarakat yang semakin dinamis, baik di ranah domestik maupun publik. Diskusi ini mengundang Kepala DPPPA Kota Bima yang diwakili pejabat fungsional PSM, Yulianingsih, S. Sos. MM yang memiliki fokus dalam kajian Gender dan Psikologi Sosial.
Tujuan Diskusi
- Memahami dinamika psikologi perempuan dalam interaksi sosial sehari-hari.
- Mengidentifikasi tantangan yang dihadapi perempuan dalam interaksi sosial, baik dalam hubungan personal maupun profesional.
- Menelaah bagaimana stereotip gender dan peran sosial memengaruhi perilaku perempuan dalam berbagai konteks sosial.
- Mendorong pemahaman yang lebih dalam tentang peran perempuan dalam perubahan sosial dan kesetaraan gender.
Materi yang Dibahas
- Peran Perempuan dalam Interaksi Sosial**
- memulai dengan membahas bagaimana perempuan berperan dalam interaksi sosial sejak masa kanak-kanak hingga dewasa. Dalam pandangannya, pola asuh yang diterima oleh perempuan seringkali mengarahkan mereka pada perilaku yang lebih empatik, komunikatif, dan kooperatif dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini terlihat dalam hubungan sosial di keluarga, pekerjaan, maupun masyarakat secara luas.
- bahwa peran Sosial Perempuan banyak dipengaruhi oleh norma budaya dan keluarga, yang kadang-kadang membatasi ruang gerak mereka. Misalnya, dalam banyak budaya, perempuan dianggap lebih cocok untuk berperan di ranah domestik dan memiliki tanggung jawab besar dalam merawat anak dan keluarga, sementara di ranah publik mereka seringkali terbatas oleh stereotip gender.
- Tantangan Psikologis dalam Interaksi Sosial
- mengemukakan tantangan psikologis yang sering dihadapi perempuan dalam interaksi sosial, seperti tekanan untuk memenuhi ekspektasi sosial yang tinggi mengenai penampilan, peran ibu, dan pekerja yang sukses. Tekanan ini sering kali menyebabkan stres, kecemasan, dan bahkan depresi.
- Disarankan pula pentingnya menciptakan ruang aman di mana perempuan bisa berbicara tentang pengalaman sosial mereka tanpa rasa takut dihakimi atau disalahkan. Pendidikan tentang kesehatan mental, terutama untuk perempuan, menjadi kunci dalam mendukung kesejahteraan psikologis mereka.
- Dampak Stereotip Gender dalam Interaksi Sosial
- Stereotip gender mempengaruhi cara perempuan diperlakukan dalam banyak interaksi sosial. Misalnya, anggapan bahwa perempuan harus lebih lemah lembut atau lebih "penurut" dibandingkan laki-laki dapat menghambat mereka dalam mengambil keputusan atau berbicara dalam forum publik. Hal ini juga berdampak pada dunia profesional, di mana perempuan seringkali diragukan kemampuannya atau kurang dihargai meskipun memiliki kualitas yang setara dengan laki-laki.
- bahwa stereotip ini juga memperparah diskriminasi terhadap perempuan dalam sektor-sektor tertentu seperti politik dan teknologi, di mana partisipasi perempuan masih terbatas.
- Pengaruh Sosial Media terhadap Psikologi Perempuan
- Media sosial, menurut Prof. Andriani, memberi dampak signifikan terhadap psikologi perempuan, terutama dalam hal citra tubuh dan identitas sosial. Banyak perempuan merasa tertekan untuk memenuhi standar kecantikan atau gaya hidup yang dipromosikan di platform seperti Instagram atau TikTok. Hal ini dapat menyebabkan gangguan citra tubuh dan meningkatkan risiko gangguan makan, kecemasan, serta depresi.
- Di sisi lain, media sosial juga menyediakan ruang bagi perempuan untuk menyuarakan pendapat mereka dan memperjuangkan kesetaraan gender, dengan contoh yang cukup sukses adalah gerakan #MeToo yang mengangkat isu pelecehan seksual.
- Peran Pendidikan dan Kesadaran Sosial dalam Meningkatkan Keseimbangan Gender
- Salah satu kunci utama yang dibahas adalah pentingnya pendidikan dalam mengubah pola pikir masyarakat terhadap perempuan. Pembicara sepakat bahwa pendidikan yang inklusif dan berbasis pada kesetaraan gender dapat membentuk persepsi yang lebih adil terhadap perempuan dan memperkecil diskriminasi dalam interaksi sosial.
- Upaya ini harus dimulai dari keluarga dan sekolah, dengan memberikan ruang bagi anak perempuan untuk berkembang tanpa dibatasi oleh norma sosial yang sempit.