Dinas P3A Gelar Sosialisasi Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan Di Kota Bima

        DPR-RI menggelar Sosialisasi perlindungan khusus bagi Perempuan dan anak di Kota Bima yang digelar tanggal 21 juni 2022 dilaksanakan di Mutmainah Hotel Jl. Gajah Mada No. 8, Kecamatan Raba, Kota Bima, Nusa Tenggara Barat Selasa kemarin.

Pada kali ke-2 Rabu 22 juni 2022 dini hari tadi, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Bima kembali menggelar acara sosialisasi penghapusan kekerasan perempuan di Kota Bima yang dilaksanakan diruang Rapat Dinas P3A setempat. Acara ini dihadiri perserta diberbagai elemen termasuk sejumlah Kepala Kelurahan di Kota Bima.

Maksud dan Tujuan dilaksanakannya kegiatan ini adalah untuk memotiviasi masyarakat dalam meningkatkan pelayanan pengaduan tindak kekerasan terhadap perempuan  Penghapusan Diskriminasi serta Peningkatan pencegahan  kekerasan perempuan serta Tindak Pidana sebagaimana yang diamanatkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.

Dalam acara ini narasumber Tunggal yang juga Kadis DP3A KOTA BIMA Syahrudin,SH.MM dalam paparanya menyebutkan; Selain itu UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual juga menyatakan bahwa setiap bentuk Kekerasan Seksual merupakan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan dan pelanggaran hak asasi manusia yang harus dihapuskan. Dan yang terpenting adalah Korban Kekerasan Seksual harus mendapat perlindungan dari negara agar bebas dari setiap bentuk Kekerasan Seksual. Sehingga sikap pelaporan atas tindakan kekerasan maupun pelecehan seksual yang terjadi baik terhadap anak dan perempuan Indonesia adalah salah satu bentuk perlindungan dan penyelesaian hukum. Paparnya.

Masyarakat tidak bisa menganggap itu sebagai aib yang harus ditutupi. Sehingga korban kekerasan atau pelecehan seksual lah yang justru tidak mendapatkan keadilan untuk dirinya sendiri. Dalam hal memberikan pemahaman sesuai dengan kondisi dan dasar hukum sebagai bentuk mengantisipasi meningkatnya angka kasus kekerasan dan pelecehan seksual terhadap perempuan apalagi anak-anak, dipandang perlu melaksanakan kegiatan sosialisasi terhadap upaya menghapus kekerasan terhadap perempuan. " Tentunya kami juga berharap adanya usul saran dan masukan dari peserta yang hadir ini. Jelasnya.

Ia menambahkan, bahwa kekerasan rumah tangga merupakan kejadian yang merusak sendi-sendi utama ketahanan keluarga dengan korban perempuan dan anak adapun pemicu kekerasan dalam rumah tangga yang meliputi egois, ekonomi, salah paham dan sosial budaya. kekerasan seksual , penganiayaan fisik dan mental. Pada dasarnya KDRT bisa di cegah dengan individu masing- masing dalam keluarga. Paparnya.

Selain itu Ia memaparkan kutipanya pada data catatan tahunan Komnas perempuan pada tahun 2020,  kenaikan kekerasan seksual mencapai 19%, dan sebagian besar kenaikan kekerasan seksual tersebut terjadi di ranah personal 10% dan ranah publik 8%. Pada tahun 2021 sendiri kasus kekerasan meningkat, terutama terhadap perempuan hingga 2 kali lipat dibandingkan 2020. Paparnya.

Dalam kurun waktu tahun 2015-2020 kata dia, tercatat ada 11.975 kasus dilaporkan oleh berbagai pengada layanan dihampir 34 provinsi, atau sekitar 20% dari total kasus kekerasan terhadap perempuan yang terjadi di ranah privat. Data kekerasan terhadap anak di Indonesia milik KemenPPPA menyatakan bahwa, kekerasan pada anak di tahun 2019 terjadi sebanyak 11.057 kasus, 11.279 kasus pada tahun 2020, dan 12.566 kasus pada tahun 2021. Jelasnya

Fakta ini, dapat kita ambil kesimpulan bahwa angka kekerasan seksual baik terhadap perempuan dan anak di Indonesia mengalami trend yang terus naik. Dalam hal ini kita harus sadar dan paham bahwa setiap perempuan dan anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 

Kadis DP3A juga sudah melaksanakan berbagai terobosan program upaya pencegahan seperti; pemberdayaan perempuan untuk bisa melaksanakan aktifitas seperti bantuan mesin jahit, alat pembuat jajan dan sejenisnya. Karena perempuan yang sudah punya kegiatan dan aktifitas, tidak terbelenggu dengan hal-hal yang membuatnya stres dalam rumah tangganya. Jelas kadis.

Hasil penelitian menurut Kadis Syahrudin, menunjukkan bahwa banyak faktor yang melatar belakangi terjadinya tindak pidana kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga antara lain ; kurangnya komunikasi antara suami dan istri, tidak ada keharmonisan dalam rumah tangga, kesalahan istri, ketidakmampuan suami secara ekonomi, ini adalah pemicu tindak pidana kekerasan perempuan dalam rumah tangga. Paparnya.